1.
Perspektif
Peneliti – Peneliti Akuntansi
A.
Perolehan Ilmu
Akuntansi
Pada dasarnya kita mulai memperoleh
ilmu pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman konkrit yang kita alami.
Keunikan dari beberapa peristiwa, ritual atau fenomena mengarahkan kita untuk
meningkatkan pengamatan dan pemikiran yang kita lakukan atas apa yang sedang
terjadi. mengajarkan kita, jika kita cukup termotivasi, untuk menciptakan
hipotesis dalam bentuk konsep-konsep abstrak dan generalisasi. Hal ini
menggerakkan kita untuk menguji hipotesis-hipotesis tadi, untuk memahami
implikasi yang dihasilkan oleh konsep tersebut pada situasi-situasi baru dan
sebagai proses untuk memperhalus pengetahuan yang kita peroleh. Hal di atas
sebenarnya menggambarkan proses yang menjelaskan perolehan suatu ilmu
akuntansi, yang berangkat dari fakta-fakta tertentu (diamati atau ditemukan)
berlanjut ke hipotesis-hipotesis tertentu (penyusunan pemikiran) lalu ke
teori-teori umum (penyusunan pemikiran yang lainnya) hingga ke hukum umum yang
diamati atau ditemukan.[1][2]
1.
Pengetahuan-bahwa
(knowledge-that) atau pengetahuan faktual,
2.
Pengetahuan-dari
(knowledge-of) atau pengetahuan
berdasarkan perkenalan atau pengetahuan berdasarkan pengalaman, dan
3.
Pengetahuan-bagaimana
(knowledge-how).
B.
Klasifikasi
Peneliti-Peneliti Akuntansi
Keragaman ilmu pengetahuan dan proses
perolehan ilmu pengetahuan mengarah ke adanya kebutuhan untuk
mengklasifikasikan ilmuan pada umumnya dan peneliti akuntansi pada khususnya.
Terdapat berbagai kemungkinan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan para
peneliti secara umum, termasuk tipologis.
·
Ilmuan Abstrak (Abstract Scientist-AS);
·
Teoritikus
Konseptual (Conseptual Theorist-CT);
·
Humanis
Konseptual (Conseptual Humanist-CH);
·
Humanis Khusus
(Particular Humanist-PH).
Ilmuan Abstrak, seseorang
yang menggunakan indra nya dan berpikir, dimotivasi oleh penyelidikan yang
menggunakan metodologi dan logika yang seksama, dengan fokus pada kepastian,
keakuratan dan keandalan, serta bergantung pada sebuah paradigma konsisten yang
sederhana dan terdefinisikan dengan baik.
Teoritikus
Konseptual, seseorang yang berfikir dan berintuisi, mencoba untuk
memberikan banyak penjelasan atau hipotesis untuk fenomena yang terjadi dengan
berfous pada penemuan dan bukan pengujiannya.
Humanis Khusus, seseorang
yang menggunakan indra dan perasaannya, berkepentingan dengan keunikan dari
individu manusia secara khusus. Setiap orang memiliki arti yang unik dari pada
suatu akhir teoretis yang Abstrak.
Humanis
Konseptual, seseorang yang menggunakan intuisi dan perasaannya,
berfokus pada kesejahteraan manusia yang mengarahkan penyelidikan konseptual
pribadinya ke arah kebaikan dari umat manusia secara umum.
2.
Perspektif
Metodologi Akuntansi : Ideografi Versus Nomotesis
Pendekatan nomotesis ... hanya mencoba
untuk mencari hukum dan menerapkan prosedur-prosedur yang telah di sampai kan
oleh ilmu pasti. Psikologi secara umum telah berusaha untuk menjadikan dirinya
sebagai salah satu disiplin ilmu yang sepenuhnya nomotesis. Sedangkan ilmu-ilmu
pengetahuan ideografis ... berusaha untuk memahami beberapa peristiwa-peristiwa
tertentu yang terjadi di alam atau di masyarakat.
Burrell dan Morgan memberikan suatu
definisi yang mendalam mengenai baik nomotesis maupun ideografi. Pendekatan
ideografis adalah:
Didasarkan atas pandangan bahwa
seseorang hanya dapat memahami dunia sosial dengan pertama kali memperoeh
pengetahuan langsung dari subyek yang sedang diselidiki. Ia kemudian memberikan
tekanan yang cukup kuat untuk mendekati subjek tersebut dan menekan kan
analisis dari catatan-catatan subjektif
yang di hasilkan dengan “masuk ke dalam” situasi dan melibatkan diri dalam kegiatan sehari-hari, analisis
yang rinci dari wawasan yang di ciptakan oleh interaksi sejenis dengan subjek
dan wawasan yang di tunjukkan dalam catatan-catatan impresionistis yang di
temukan dalam buku harian, biografi, dan catatan-catatan jurnalistis.[4][5]
Pada sisi yang lain, pendekatan
nomotesis adalah : mendasarkan penelitian pada protokol dan teknik. Pendekatan
ini dilambangkan oleh pendekatan metode-metode yang di pergunakan dalam
ilmu-ilmu pengetahuan alam. Ia disibukkan dengan penyusunan tes-tes ilmiah dan penggunaan teknik-teknik kuantitatif
dalam analisis data. Survei, kuesioner, tes-tes kepribadian dan semua jenis
instrumen penelitian yang telah distandardisasi marupakan alat-alat penting
paling utama, yang menyusun meodologi nomotesis.[5][6]
Arti dari semua hal diatas bagi praktik
penelitian adalah pada akhirnya ia harus mengambil pilihan di antara ketiga
pilihan berikut:[6][7]
1.
Melakukan baik
penelitian nomotesis maupun ideografis dan agregatnya
2.
Melakukan
penelitian nomotesis dan ideografis secara bergantian, menggunakan kedua metode
tersebut secara bergantian untuk mengkapitalisasi kekuatan dari keduanya di
beberapa kasus tertentu dan mengatasi kelemahan yang di miliki metode lainnya
dibeberapa kasus lainnya.
3.
Mengembangkan
sebuah ilmu baru.
3.
Perspektif Ilmu
Akuntansi
A.
“Hipotesis dunia” (world hypotheses)
Oleh Stephen Pepper
1)
Formisme
Formisme
secara filosofis terhubung dengan “kenyataan” dan “idealisme platonik” dengan
eksponen-eksponen. Metafora akarnya adalah kesamaan. Hal ini mengasumsikan
formisme berfokus pada fenomena-objek, peristiwa, proses – yang di ambil satu
persatu dari sumber,yang mencoba untuk mengidentifikasikan kesamaan atau
perbedaan hanya melalui sebuah uraian, dan menerima hasil dari penguraian
tersebut. Aktifitas utama adalah pengraian dengan berdasar pada kesamaan, tampa
mempertimbangkan sumber- sumber dari kesamaan itu sendiri. Uraian dalam
formisme terbagi menjadi tiga katagori : (1) karakter, (2) kekhususan, dan (3)
Partisipasi.
Apa yang tampak
dalam formisme adalah bahwa kebenaran merupakan tingkat kesamaan suatu uraian
terhadap objek yang di acunya. Formisme merupakan sebuah teori
kebenaran yang didasar kan atas kesesuaian. Formisme tidak meliputi
pertanyaan-pertanyaan keseragaman empiris, karena mereka hanya setengah benar
dimana kebenaran penuh adalah uraian yang secara akurat sesuai dengan fakta-fakta
yang telah terjadi dan dengan hukum-hukum yang perlu di tegakkan.
2)
Mekanisme
Mekanisme secara filosofis terhubung
dengan naturalisme atau materialisme. Metafora akarnya adalah sebuah mesin.
Seperti formisme, ia merupakan suatu teori analitis yang berfokus pada
elemen-elemen yang memiliki ciri-ciri tersendiri dan bukannya sesuatu yang
kompleks atau konteks. Akan tetapi, tidak seperti formisme, ia integratif dalam
suatu urutan yang tertentu dan, jika cukup banyak hal yang dapat diketahui.
Mereka dapat di ramalkan, atau paling sedikit di uraikan, sesuai dengan
kebutuhannya.pengetahuan yang berjenis mekanisme ini memiliki enam ciri-ciri :
a.
Seperti sebuah
mesin, objek studi terdiri atas bagian-bagian yang memiliki lokasi-lokasi tertentu.
b.
Bagian tersebut
dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, sesuai dengan sifat utama dari mesin
tersebut.
c.
Hubungan resmi
antara bagian-bagian dari objek studi dapat diuraikan sebagai rumus-rumus
fungsional atau korelasi-korelasi statistik, hal ini merupakan pernyataan dari
antarhubungan di antara bagian-bagian mesin.
d.
Sebagai
tambahan dari sifat utama, terdapat karakteristik lain yang dapat di nyatakan
secara kuantitatif, meskipun tidak relevan secara langsung dengan objek studi:
Mereka adalah sifat-sifat sekunder.
e.
Sifat-sifat
sekunder tersebut juga berhubungan secar prinsip dengan objek studi karena “
jika memang terdapat suatu uraian lengakap tentang mesin, kita seharusnya ingin
untuk menemukannya dan menguraikan prinsip seperti apakah yang dapat
mempertahankan sifat-sifat sekunder tertentu terletak pada bagian-bagian
tertentu dari mesin tersebut”.[7][8]
f.
Hukum-hukum sekunder
menandai hubungan yang stabil di antara sifat-sifat sekunder.
3)
Kontekstualisme
Kontekstualisme berhubungan dengan
pragmatisme. Metafora akarnya adalah peristiwa historis atau tindakan dalam
konteks. Tidak seperti formisme, kontekstualisme bersifat sintetis, di mana ia
berfokus pada pola, suatu keseluruhan objek studi daripada fakta-fakta yang
terpisah. Seperti formisme, kontekstualisme bersifat dispersif di mana fokusnya
adalah pada interpretasi dari fakta-fakta yang di ambil satu per satu dari
suatu keseluruhan fakta.
4)
Organisisme
Organisisme
terhubung dengan absolut atau idealisme objektif. Metafora akarnya adalah
integrasi secara keseluruhan atau kesatuan yang harmonis dilihat dari segi
ketepatan waktu dan struktur yang bertahan. Seperti mekanisme, organisisme
terintegrasi dalam artian bahwa dunia tersusun dari fakta-fakta yang tertata
rapi dan terintegrasi yang dapat diuraikan sekaligus dapat diramalkan. Seperti
kontekstualisme ia bersifat sintetis, dengan berfokus pada keseluruhan objek
studi dan bukannya fakta-fakta yang
berbeda.
Teori kebenaran
dari organisisme adalah koherensi yang di dasar kan pada determinasi dan
keabsolutan. Dengan kata lain, organisisme
mengusulkan adanya tingkat kebenaran yang tergantung pada jumlah fakta
yang di ketahui,dan ketika semua fakta telah diketahui, karena memang pada
prinsipnya mereka dapat diketahui, baru kebenaran absolut dapat di peroleh.[8][9]
B.
Formisme dalam akuntansi
Formisme dalam
akuntansi meliputi pencarian akan kesamaan dan perbedaan di antara berbagai
objek studi yang berbeda-beda tanpa mempertimbangkan adanya kemungkinan
hubungan di antara mereka. Dapat di kemukakan bahwa seluruh pengetahuan teknik
akuntansi yang digunakan dalam pengajaran akuntansi dan termuat dalam buku-buku
teks standar sampai sejauh ini adalah formistis secara mutlak. Aturan-aturan
umum, model dan algoritma yang digunakan untuk menjelaskan fenomena akuntansi
dan untuk membantu pelaksanaan praktik
akuntansi adalah objek studi yang memiliki ciri-ciri tersendiri, yang dapat di
bandingkan dari segi tingkat kesamaan
dan perbedaan di antara mereka.
C.
Mekanisme dalam akuntansi
Mekanisme akuntansi tidak hanya
meliputi pencarian kesamaan dan perbedaan di antara objek-objek studi namun
juga dan terutama adalah untuk hubungan kuantitatif yang memungkinkan untuk
dilakuakan penguraian dan peramalan.
Mekanisme dalam akuntansi adalah juga pencarian keteraturan empiris antara fenomena yang berbeda-beda
melalui berbagai bentuk korelasi statistik.
Mekanisme dalam akuntansi berfokus pada
pencapaian uraian yang semakin mendalam dan penyajian yang lebih sempurna agar
dapat menggambarkan suatu representasi yang singkat dari logika yang
menghubungkan bagian-bagian dari objek penelitian akuntansi.
Masalah lain yang dihadapi oleh
mekanisme dalam akuntansi adalah adanya asumsi tidak langsung bahwa:
a.
Ukuran tidak
memiliki perbedaan (invariant), dan
b.
Hubungan
diantara ukuran tidak memiliki perbedaan (invariant).
4.
Kontekstualisme dalam akuntaansi
Kontekstualisme dalam akuntansi
berfokus pada interpretasi dari fakta-fakta independen yang di peroleh dari
seperangkat fakta menurut satu konteks spesifik yang akan menciptakan suatu
pola atau gestalt. Fakta-fakta yang
terdapat di setiap pola diasumsikan akan mengalami perubahan dan menerima
hal-hal baru. Tambahan lagi, mereka akan di bedakan berdasarkan sifat dan
tekstur mereka.
Kontekstualisme dalam penelitian akuntansi bergantung pada
analisis dari fakta-fakta yang hanya diverifikasi secara langsung. Fakta-fakta
yang spesifik terhadap situasi tertentu. Sehingga hasil akhirnya akan memiliki
ruang lingkup yang terbatas.
5.
Organisisme di dalam akuntansi
Bagi mereka yang menerapkan organisisme
di dalam akuntansi akan berfokus pada gestalt
yang spesifik sebagai objek studinya,yang terdiri atas fakta-fakta yang tertata
dengan baik dan terintegrasi serta dapat di uraikan sekaligus diramalkan. Seperti mekanisme dalam
akuntansi, organisisme mencari determinasi dari keteraturan empiris di antara fenomena-fenomena yang berbeda
melalui beragam bentuk analisis statistik. Namun tidak seperti mekanisme,
pecarian keteraturan empiris tersebut dipersempit kepada konteks-konteks gestalt yang spesifik.
Organisasi dalam akuntansi memang akan
bergantung pada ketersediaan dari basis data asli, fokus pada konteks spesifik
yang akan mengakui keunikan dari data dan mengharmonisasikan nya menjadi holon akuntansi yang lebih lengkap, dan
sebagai hasilnya akan memberikan struktur mendasar yang lebih komprehensif.
Organisisme dalam akuntansi perlu pula untuk mengidentifikasi urutan
langkah-langkah yang mencapai puncaknya dalam suatu telos, suatu struktur keseluruhan yang mendetail.
4.
Perspektif Pada
Penelitian Akuntansi
Penelitian akuntansi dapat memiliki
banyak ragam dan pilihan. Bagi orang awam, penelitian akuntansi tampak seperti
mengalami kesulitan dalam mencari topik, metodologi, dan jenis wacananya.
Kenyataan nya sangat berbeda. Seperti ilmu sosial lainnya, akuntansi melakukan
penelitiannya dengan didasarkan pada asumsi-asumsi yang berhubungan dengan
hakikat dari ilmu sosial dan hakikat dari masyarakat. Sebuah pendekatan yang
telah di terapkan oleh Burrell dan morgan dalam analisis organisasional dapat
digunakan untuk membedakan empat pandangan penelitian dalam akuntansi –
pandangan fungsional, pandangan interpretatif, pandangan humanis redikal, dan
pandangan strukturalis redikal. Dalam bagian ini, keempat pandangan tersebut
akan dibahas dan diterapkan pada penelitian akuntansi.
1.
Kerangka kerja Burrell dan Morgan
a.
Hakikat Ilmu
Sosial
Terdapat empat asumsi yang dibahas
dalam kaitannya dengan hakikat dari ilmu sosial, yaitu:
Pertama, asumsi ontologis, berhubungan
dengan esensi paling mendasar dari fenomena akuntansi, yang melibatkan
perbedaan-perbedaan nominalisme-realisme. Perbedaan yang terjadi adalah apakah
alam sosial yang berada di luar
kesadaran individu adalah merupakan suatu penggabungan nama-nama asli,
konsep, dan judul yang merupakan struktur pada kenyataan.
Kedua, perdebatan tentang epistemologi,
yang berkaitan dengan dasar pengetahuan dan hakikat pengetahuan, melibatkan
debat antipositivisme-positivisme.perdebatan ini berfokus pada kegunaaan dari
pecarian hukum atau keteraturan yang menjadi dasar dalam bidang sosial.
Ketiga, pardebatan sifat manusia,
berkaitan dengan hubungan antara manusia dan lingkungannya, yang melibatkan
perdebatan voluntarisme-determinisme. Perdebatan ini berfokus pada apakah
manusia dan aktifitasnya ditentukan oleh situasi atau lingkungan.
Keempat, perdebatan mengenai
metodologi, yang berkaitan dengan metode-metode yang di gunakan untuk melakukan
penyelidikan dan mempelajari alam sosial, melibatkan perdebatan ideografis-nomotesis.
b.
Hakikat Dari
Masyarakat
Satu asumsi
mengenai hakikat masyarakat – yaitu, perdebatan susunan-konflik, atau lebh
tepat lagi, perdebatan regulasi-perubahan radikal. Sosiologi regulasi mencoba
untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada kesatuan dan keterpaduannya
serta perlunya diberikan suatu regulasi. Sosiologi perubahan radikal
sebaliknya, mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada perubahan
radikal, konflik struktural mendalam, cara pendominasian, dan pertentangan
struktral yang terjadi pada masyarakat modern.
c.
Kerangka Kerja
Untuk Analisis Penelitian
Salah satu
contoh kerangka kerja yang digunakan oleh Morgan untuk memeriksa bagaimana
teori organisasional dipengaruhi oleh asumsi-asumsinya sendiri dengan melalui
referensi pada paradigma, metafora, dan perilaku pemecahan teka-teki.
2.
Pandangan Fungsionalis dalam Akuntansi
Pandangan
fungsional dalam akuntansi berfokus pada penjelasan keteraturan sosial, dimana
akuntansi memainkan sebuah peranan.
Paradigma
fungsional dalam akuntansi melihat fenomena akuntansi sebagai hubungan dunia
nyata yang konkret yang memiliki keberaturan dan hubungan sebab akibat yang dapat
diterima dengan disertai penjelasan dan peramalan ilmiah.
3.
Pandangan Interpretatif dalam Akuntansi
Asumsi-asumsi yang dominan dari
pandangan interpretatif dalam akuntansi hendaknya adalah :
a.
Percaya pada
pengetahuan
b.
Percaya pada
kenyataan fisik dan sosial
c.
Hubungan antara
teori dan praktik
4.
Pandangan Humanis Radikal dalam
Akuntansi
Pandangan humanis radikal dalam
akuntansi berfokus pada penjelasan tatanan sosial dan memberikan penekanannya pada
bentuk-bentuk dari perubahan radikal.
5.
Pandangan Strukturalis Radikal dalam
Akuntansi
Pandangan strukturalis radikal dalam
akuntansi akan menantang tatanan sosial.
Dari sudut pandang strukturalis radikal
ini, organisasi merupakan sebuah instrumen dari kekuatan-kekuatan sosial yang
berkepentingan untuk mempertahankan pembagian tenaga kerja dan pembagian
kekayaan dan kekuatan di masyarakat.
5.
Fondasi
Intelektual Dalam Akuntansi
A.
Akuntansi Berbasis Ekonomi Marginal
Ekonomi marginal dan akuntansi
konvensional yang di dasarkan pada nilai dan laba ekonomi yang berhubungan,
dikaitkan dengan nilai dari kemungkinan konsumsi di masa datang yang diperoleh
dari taksiran nilai sekarang dari aliran arus kas mereka.
D.J. Cooper
menunjukkan bahwa tingkat suku bunga pasar bergantung pada permintaan dan
penawaran model moneter, yang selanjutnya akan bergantung pada tingkat suku
bunga pasar.[9][10] Singkatnya, ekonomi marginal ditampilkan sebagai
tautologis atau tidak terdeterminasi.
B.
Akuntansi Ekonomi Politis
Akuntansi
Ekonomi Politis (AEP) adalah sebuah pendekatan normatif, deskriptif, dan kritis
terhadap penelitian akuntansi. Ia memberikan kerangka kerja yang lebih luas dan
lebih holistik dalam menganalisis dan memahami nilai dari laporan-laporan
akuntansi didalam ekonomi keseluruhan. Pendekatan AEP mecoba untuk menjelaskan
dan menerjemahkan peran dari laporan akuntansi dalam pendistribusian laba,
kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat.
C.
Akuntansi Berbasis Disiplin Ilmu Bisnis
Untuk meningkatkan posisi dan
penghormatan terhadap akuntansi, berbagai usulan telah dibuat baik untuk
akuntansi maupun berbagai disiplin ilmu bisnis. Usaha tersebut umumnya
diarahkan kepada pengadaptasian akuntansi untuk mengubah lingkungan sosial dan
ekonomi.
Studi kasus :
Penelitian yang dilakukan oleh Agustina
dan Akhsin (2008) tentang praktik korupsi yang menjadi rutinitas atau kebiasaan
sebagian besar mesyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah daerah
sampai pemerintah pusat. Jika korupsi menjadi suatu praktek yang lazim maka
sebenarnya masyarakat telah dihegemoni oleh sebuah struktur atau pola yang
sejak lama dan terulang. Apalagi besarnya pengaruh lingkungan sosial terhadap
organisasi BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak siap mengadapi dunia sosial
yang terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang lumrah,
terdapat ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba ”siapa yang kuat/berkuasa,
dia yang akan menang”. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas,
independensi, serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi
yang diperkenalkan oleh Giddens (yaitu dimana adanya
keterkaitan auditor sebagai agen, dan BPK-RI sendiri sebagai struktur.
Teori ini juga menyatakan bahwa manusia adalah proses mengambilkan dan meniru
beragam sistem sosial. Dengan kata lain, tindakan manusia adalah sebuah proses
memproduksi dan mereproduksi sistem-sistem sosial yang beraneka ragam.) maka memberikan angin segar bagi upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi, strukturasi secara jelas memberikan
gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan direfleksikan bentuk
kesadaran dan individu memiliki kekuatan dalam menciptakan kebijakan-kebijakan
yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,
sehingga tercipta pola strukturasi.[10][11]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar